Cap Cip Cup, Pilih Metode Apa yaa?
Milih metode research tentunya ga bisa cap cip cup doang. Jadi gimana ya caranya?
Disclaimer: Artikel ini cakupannya untuk primary research, tidak membahas secondary research (desk research).
Pertama-tama, prinsip paling penting saat memilih metode research:
Metode research itu adalah alat untuk mencapai tujuan.
Jadi, saat melakukan primary research, tujuan kita bukan keren-kerenan metode yang dipakai, tapi memastikan tujuan research dan bisnis tercapai.
Secara umum, ada 3 langkah praktikal untuk memilih metode primary research.
Tentukan ingin memakai kualitatif, kuantitatif, atau keduanya
Untuk menentukannya, kita jawab pertanyaan ini:
Dari pilihan di bawah ini, mana yang paling sesuai untuk menggambarkan hal yang ingin dijawab melalui research ini?
Kita boleh jawab butuh keduanya, yang penting pastikan bahwa memang butuh dan penting ya karena usahanya akan besar untuk melakukan keduanya sekaligus.
Detilkan, hal utama yang ingin kita cari tahu adalah PERSEPSI atau PERILAKU
Persepsi adalah segala pendapat atau klaim dari partisipan.
Contoh persepsi = pendapat terhadap merk X dan klaim kebiasaan memakainya sekarang.
Perilaku adalah segala tindakan yang dapat kita lihat secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh perilaku = langkah-langkah membeli barang di prototype aplikasi belanja online.
Ini sifatnya ‘hal utama’ yang kita cari atau ‘titik berat’-nya. Akan tetapi dalam praktiknya, kita mungkin saja mencari persepsi dan perilaku di saat yang bersamaan.
Sampai sini, jadi beberapa contoh metode yang biasa dipakai berdasarkan metode kuantitatif/ kualitatif vs persepsi/ perilaku ada di bagan berikut:
Cek apa saja batasan yang ada terkait project ini
Beberapa contoh batasan misalnya:
Topiknya sensitif - topik keuangan, penyakit, seksual, dll.
Timeline dan budget
Kriteria partisipannya harus diperhatikan secara khusus - difabel, expert (karena mungkin akan tidak suka disatukan dengan expert lainnya), tinggal di area yang terpencil, dll
Bagaimana bentukan stimulus untuk dites
Berdasarkan batasan-batasan itu, kita pastikan metode yang dipilih dapat menyesuaikan kondisi tersebut. Contoh:
Bila topiknya terlalu sensitif, kita lebih baik memakai interview dibanding FGD agar orangnya lebih nyaman dan mau terbuka.
Bila stimulus masih sangat kasar (masih bentuk tulisan atau gambar coretan), maka interview dengan concept test lebih cocok dibanding usability testing yang lebih cocok untuk high fidelity prototype.
Untuk orang yang sangat sibuk dengan meeting, kita akan sulit untuk melakukan shadowing karena malah membuat dia tidak nyaman.
Sekali lagi, diingatkan bahwa metode hanya alat. Kalau bisa memakai sedikit alat untuk mencapai tujuan, ngapain banyak-banyak. Jadi pastikan kita fokus ke tujuan, metode menyesuaikan tujuan, bukan sebaliknya tujuan menyesuaikan metode.
Untuk penjelasan metode-metode yang disebutkan di atas, bisa didapat di beberapa sumber berikut ini:
https://www.nngroup.com/articles/guide-ux-research-methods/
https://www.brandwatch.com/blog/market-research-methods/
https://www.clickworker.com/customer-blog/mystery-shopping/#:~:text=Mystery%20shopping%20is%20a%20practice,the%20quality%20of%20customer%20service.
https://think.design/user-design-research/shadowing/
Mas Chris, mau izin nanya, kenapa remote UT masuk kategori kuantitatif sementara UT masuk kategori kualitatif?