Mau Jadi Researcher, Mesti Bisa Apa ya?
Kadang, calon pekerja yang ingin jadi researcher atau researcher pemula bingung harus bangun skill apa ya?
Kalau coba googling atau ngobrol sama researcher berpengalaman, kemungkinan jawabannya:
Critical thinking
Analytical thinking
Empathy
Communication
Dll
Tentunya, itu semua penting, tapi karena semua itu gampang dicari di tempat lain, saya akan bahas 3 kemampuan yang menurut saya jarang dibahas padahal gak kalah penting.
1. Tetap tenang di tengah masalah
Ini krusial banget karena sebaik apapun research plan yang kita sudah susun, kita harus tetap siap pada kondisi-kondisi tidak terduga. Misalnya,
Ada partisipan mengundurkan diri last minute
Saat wawancara online rumah kita mati lampu
Sudah wawancara tapi lupa rekam dan catet
Raw data survey terhapus (ini panik sih. :p)
Biar ga panikan, kayaknya kata kuncinya cuma satu: IKHLAS. Seperti kata Bondan Prakoso di lagu ini. Jangan lupa untuk diskusi sama teman atau atasan juga ya kalau memungkinkan biar dapat perspektif lain.
2. Tidak lompat ke kesimpulan
Contohnya: kita langsung bilang bahwa produknya ga disukai karena warnanya padahal baru ngobrol sama 1 orang.
Ini bahaya banget karena kalau researcher yang terlalu cepat ambil kesimpulan, damage-nya pasti lebih besar. Kalau researcher yang harusnya jadi ‘penunjuk jalan’ ambil kesimpulan yang salah, ya akhirnya orang-orang juga tersesat. Kita harus menguji semua asumsi kita sebelum sampai ke kesimpulan akhir dan membagikan ke orang lain.
Untuk menghindari itu, kita perlu disiplinkan diri untuk mengkritisi diri sendiri dan menguji kesimpulan sementara dengan orang lain.
3. ‘Baca pikiran’
Bukan literal tentunya. ‘Baca pikiran’ di sini = bisa menggali latar belakang dibalik omongan orang. Cara ‘baca pikiran’ bisa lewat ngobrol, observasi, memahami konteks budaya, konteks situasi, dll. Ini adalah bentuk kongkrit dari empati dan berpikir kritis.
Ada 2 pihak yang umumnya akan perlu kita ‘baca’ pikirannya: klien/ stakeholder dan partisipan/ pengguna.
Untuk klien/ stakeholder, seringkali apa yang ditulis di research brief dengan agenda sebenarnya berbeda. Untuk itu, kita perlu menjalin hubungan baik dengan mereka agar memahami konteks kerjaan mereka juga. Apa sih yang sedang jadi concern mereka? Siapa sih yang ‘push’ mereka dari atas? Hal-hal itu akan membantu kita memahami pikiran mereka dan jadinya research kita lebih tepat sasaran.
Untuk partisipan, saat wawancara mereka tidak selalu bisa mengungkapkan pikiran mereka. Untuk itu, kita harus membantu mereka mengungkapkan isi pikirannya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tepat. Selain itu, sama juga, kita harus tahu latar belakang yang mungkin mempengaruhi respon-respon mereka.
Tentunya, banyak lagi kemampuan lain yang harus dimiliki juga oleh researcher, tapi minimal beberapa kemampuan di atas akan membuat researcher bisa menjalankan tugasnya dengan baik.